Jakarta, 30 Mei 2022 — Indonesia sejatinya memiliki potensi perekonomian yang cukup besar seiring dengan jumlah populasi penduduk yang besar dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nominal yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, sektor jasa keuangan non bank di Indonesia terbilang masih kurang berkembang salah satunya terlihat pada kontribusi industri asuransi dan dana pensiun terhadap perekonomian terbilang sangat rendah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebetulnya peluang untuk mengembangkan industri tersebut masih sangat terbuka lebar. Sehingga diperlukan adanya upaya untuk mempercepat akselerasi pemanfaatan potensi tersebut melalui pemanfaatan teknologi digital.
IFG International Conference 2022
Peluang Industri Asuransi dan Dana
Pensiun di Indonesia Masih Terbuka Lebar
Jakarta, 30 Mei 2022 — Indonesia sejatinya memiliki
potensi perekonomian yang cukup besar seiring dengan jumlah populasi penduduk
yang besar dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nominal yang cukup tinggi
dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, sektor jasa keuangan non bank
di Indonesia terbilang masih kurang berkembang salah satunya terlihat pada kontribusi
industri asuransi dan dana pensiun terhadap perekonomian terbilang sangat rendah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
sebetulnya peluang untuk mengembangkan industri tersebut masih sangat terbuka
lebar. Sehingga diperlukan adanya upaya untuk mempercepat akselerasi
pemanfaatan potensi tersebut melalui pemanfaatan teknologi digital.
Demikian dikatakan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pidato sambutannya di
acara IFG International Conference 2022, Senin, 30 Mei 2022, yang
berlangsung secara hybrid di Jakarta. Menurut Airlangga, total industri
asuransi dan dana pensiun di Indonesia pada 2020 masih kurang dari 20% dari PDB.
Indonesia relatif masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, yang industri asuransi dan dana
pensiunnya masing-masing menyumbang 60-85% dari PDB.
“Di era digitalisasi, dan dengan
perubahan momentum dan lanskap selama pandemi Covid-19, Indonesia diharapkan dapat
memanfaatkan momentum tersebut untuk mengoptimalkan peran industri asuransi dan
dana pensiun. Ditambah, ruang tumbuh untuk industri asuransi dan dana pensiun terbilang
masih cukup besar. Kami berharap setidaknya bisa mencapai target seperti apa
yang sudah dicapai Malaysia,” tutur Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri
Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menambahkan, pembahasan mengenai isu-isu
industri asuransi dan dana pensiun sangat relevan di masa sekarang, terlebih
dengan adanya pandemi Covid-19. Selain itu, seiring dengan adanya disrupsi
teknologi di masa digitalisasi saat ini, dibutuhkan adanya upaya desain ulang industri
keuangan Indonesia. Upaya tersebut dapat
melalui beberapa cara yakni, pertama, meningkatkan akses keuangan inklusif
sesuai kebutuhan masyarakat melalui teknologi digital. Kedua, pengoptimalan
investasi di sektor asuransi dan dana pensiun sebagai sumber pembiayaan jangka
panjang yang potensial. Ketiga, meningkatkan daya saing dan efisiensi keuangan
melalui inovasi. Keempat, pengembangan industri dan penguatan kebijakan Keuangan
dan yangterakhir, meningkatkan perlindungan konsumen di sektor keuangan agar
terciptanya ekosistem yang sehat guna meningkatkan investasi di pasar keuangan
Indonesia.
“Peran Indonesia Financial Group
(IFG) sangat strategis. Oleh karena itu, IFG diharapkan dapat mendukung upaya
pengoptimalan investasi jangka panjang di sektor asuransi dan dana pensiun yang
merupakan sumber pembiayaan pembangunan yang potensial,” ujarnya.
Wakil Menteri BUMN II, Kartiko
Wirjoatmodjo, mendukung pernyataan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Kartika,
industri perbankan dan non-bank memiliki kinerja yang sangat baik. Untuk
mendorong tumbuhnya industri keuangan non-bank, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan
literasi keuangan sektor asuransi dan dana pensiun. Literasi keuangan yang
rendah membuat masyarakat kurang sadar terutama dalam mempersiapkan dana
pensiun.
Dalam sesi pertama konferensi,
Ranjit Singh, Assistant Director of Monetary and Capital Market, International
Monetary Fund (IMF), mengatakan, risiko dari perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan
masih tinggi seiring dengan meningkatnya sejumlah harga komoditas. Situasi tersebut
diperburuk oleh gejolak geopolitik yang melibatkan Rusia dan Ukraina. Investor diharapkan
perlu mempertimbangkan dampak inflasi global, kenaikan suku bunga, dan
perlambatan ekonomi yang terjadi di China dalam membuat keputusan investasinya.
“Bank sentral perlu bertindak tegas
untuk mencegah tekanan inflasi kian dalam dan menghindari ekspektasi kenaikan inflasi
yang tidak terkendali, sembari menghindari pengetatan kondisi keuangan yang tidak
pasti yang akan berisiko pada terganggunya pemulihan ekonomi pasca pandemi,”
katanya.
Terkait penyelenggaraan IFG
Conference 2022 di hari pertama, Senior Executive Vice President (SEVP) IFG
Progress, Reza Y. Siregar, mengatakan, sebagai lembaga “think-tank” IFG holding,
IFG Progress berkomitmen untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang progresif
melalui produk-produk riset yang mengulas isu-isu terkemuka di industri jasa
keuangan dan sekaligus menjadi wadah forum diskusi berbagai stakeholders di
industri keuangan. Ke depannya, IFG Progress diharapkan dapat memberikan
inovasi dalam memajukan industri jasa keuangan Indonesia, khususnya industri jasa
keuangan non-bank.
“Penyelenggaraan IFG International
Conference 2022 merupakan bentuk komitmen IFG Progress untuk mewadahi kegiatan
diskusi tingkat internasional dengan melibatkan stakeholders penting di industri
jasa keuangan, yang sejalan dengan visi dan misi IFG Progress,” kata Reza.
***