Gelaran konferensi dan pameran ‘The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020’ telah selesai dilaksanakan pada hari ini. Selama enam hari Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020 telah dihadiri lebih dari 7.000 partisipan dari Indonesia dan mancanegara seperti dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Australia, Swedia, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Sebanyak lebih dari 50 perusahaan dan Asosiasi Energi Terbarukan dan Konservasi Energi dari dalam dan luar negeri juga meramaikan virtual platform. Ajang ini telah menjadi forum untuk saling bertukar pikiran dan perspektif dari para pemangku kepentingan di industri energi terbarukan dan konservasi energi untuk saling bersama-sama mencari solusi dan inovasi untuk akselerasi pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi di Indonesia.

Jakarta, 28 November 2020 – Gelaran konferensi dan pameran ‘The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020’ telah selesai dilaksanakan pada hari ini. Selama enam hari Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020 telah dihadiri lebih dari 7.000 partisipan dari Indonesia dan mancanegara seperti dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Australia, Swedia, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Sebanyak lebih dari 50 perusahaan dan Asosiasi Energi Terbarukan dan Konservasi Energi dari dalam dan luar negeri juga meramaikan virtual platform. Ajang ini telah menjadi forum untuk saling bertukar pikiran dan perspektif dari para pemangku kepentingan di industri energi terbarukan dan konservasi energi untuk saling bersama-sama mencari solusi dan inovasi untuk akselerasi pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi di Indonesia.


Pada penutupan Plenary Session 5 (27/11), Surya Darma selaku Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyampaikan rangkuman dari sesi-sesi konferensi yang telah berjalan selama lima hari ini. Surya Darma memaparkan bahwa Indonesia masih bergantung pada energi berbasis fosil yang semakin lama cadangannya semakin berkurang sehingga terpaksa harus melakukan impor untuk memenuhi sebagian kebutuhan energi dalam negeri. Padahal di Indonesia memiliki potensi energi terbarukan cukup besar yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. Misalnya seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, pada Plenary Session 3 (25/11) bahwa Indonesia mempunyai cadangan nikel yang cukup besar. Cadangan nikel ini dapat digunakan untuk memproduksi lithium battery dan pada tahun 2023 ditargetkan bateri lithium akan mulai diproduksi. Selain itu penggunaan energi berbasis fosil seperti diesel di daerah-daerah terpencil di Indonesia memakan biaya cukup besar. Rasio elektrifikasi di Indonesia yang diklaim sudah mencapai lebih dari 98% tidak menjadi jaminan bahwa energi tersedia sepanjang waktu.


Hingga tahun 2019 kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi di Indonesia hanya mencapai 9,15% dari target 23% pada tahun 2025. Sementara hingga saat ini kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan baru mencapai sebesar 10 GW dari target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 45 GW. Pengembangan energi terbarukan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan seperti teknologi pengembangan energi terbarukan yang bergantung pada impor, belum ada kebijakan dan peraturan yang dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan untuk jangka panjang, belum adanya pasar yang baik untuk sektor energi terbarukan, dan tidak adanya penerapan instrumen carbon pricing. Mempertimbangkan jangka waktu target energi terbarukan dalam bauran energi sebesar 23 persen pada tahun 2025 sudah semakin dekat, maka dibutuhkan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan. Ditambah lagi, pengembangan energi terbarukan secara besar-besaran, di samping untuk mempercepat pencapaian target energi terbarukan, juga akan dapat berperan signifikan dalam pemulihan ekonomi pasca Covid-19, termasuk untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan perekonomian hingga ke pedesaan.


“Target bauran energi di 23% untuk tahun 2025 waktunya sudah cukup singkat. Pada tahun 2006 saat pertama kali target ini dicanangkan hingga saat ini 15 tahun sudah berlalu namun posisi pengembangan energi terbarukan di Indonesia belum banyak bergerak. Oleh karena itu, untuk membantu percepatan pemanfaatan energi terbarukan harus ada landasan untuk membuat terobosan dan kebijakan yang lebih pasti sehingga target menjadi lebih jelas. Melalui hasil dan rangkuman dari konferensi ini, kami ingin menyampaikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan agar target bauran energi di tahun 2025 dan 2050 dapat tercapai,” ujar Surya Darma, Ketua METI.


“The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020” melahirkan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut:


·    - DPR dan Pemerintah diharapkan dapat segera menuntaskan pembahasan RUU Energi Terbarukan sehingga akan ada payung hukum untuk pemanfaatan energi terbarukan dalam jangka panjang. RUU ini selayaknya hanya membahas tentang energi terbarukan, sedangkan pembahasan tentang energi baru, terutama tentang nuklir, dapat dilakukan melalui revisi UU yang telah ada;


Pe- Pemerintah perlu segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang harga energi terbarukan yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Peraturan Presiden tersebut harus mengatur agar tersedia harga yang menarik untuk investor berdasarkan keekonomian, tersedia insentif fiskal apabila harga keekonomian belum dapat dicapai, misalnya pemberian tax holiday sedkitnya untuk jangka waktu 10 tahun tanpa mempertimbangkan besaran investasi, pembebasan PPN untuk pengadaan jasa dan barang dalam negeri, tax allowance, pembebasan bea masuk impor. Peraturan Presiden juga perlu mengatur tentang bankability, agar lembaga pendanaan dapat menyediakan dana yang dibutuhkan untuk investasi energi terbarukan;


·   - Pemerintah perlu segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi agar ada landasan hukum untuk upaya pemenuhan target intensitas energi;


·     - Pemerintah perlu segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang implementasi instrumen carbon pricing yang akan dapat menyediakan level of playing field antara energi terbarukan dan energi fosil;


·     - Dalam penyusunan perencanaan, khususnya sebagai turunan dari RUEN, pemerintah wajib memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dalam RUED, RUKN, RUKD dan RUPTL. Pemanfaatan energi dari sumber energi lain, seperti PLTN, hanya dilakukan setelah sumber energi terbarukan termanfaatkan. Pembangunan PLTU Batubara yang baru juga hanya dilakukan setelah sumber energi terbarukan termanfaatkan;


·      - Dalam pengoperasian pembangkit tenaga listrik, PLN wajib mendahulukan energi terbarukan. Hal ini perlu dilakukan sebagai konsekuensi dari upaya pemerintah dalam mencapai target energi terbarukan dalam bauran energi dan penurunan emisi gas rumahkaca;


·     - Agar setidaknya dapat mendekati target energi terbarukan dalam bauran energi pada tahun 2025, maka pengadaan energi terbarukan untuk kapasitas terpasang sekitar 10 GW harus dapat dilakukan selambat-lambatnya pada Q1 2021 sehingga diharapkan pembangkit-pembangkit energi terbarukan yang dikontrak dapat mulai beroperasi tahun 2023 – 2025. Dalam hal ini, pemerintah dan PLN harus juga melakukan pengadaan energi terbarukan dengan skala besar, khususnya untuk PLTS dan PLTB agar Indonesia mendapatkan manfaat dari turunnya harga teknologi PLTS dan PLTB tersebut. Dengan pengadaan sedikitnya 100 MW per proyek, maka diharapkan harga PLTS dapat mencapai < 4 US sen/kWh;


·       - Pemerintah perlu segera merealisasikan penggantian pembangkit berbasis fosil yang usianya sudah lebih dari 20 tahun untuk PLTU Batubara dan PLTG/PLTGU, dan lebih dari 15 tahun untuk PLTD dengan pembangkit energi terbarukan;


·         - Pemerintah perlu mewajibkan pemanfaatan energi terbarukan di kawasan ekonomi khusus seperti kawasan wisata atau kawasan industri.


·     - Pemerintah perlu membentuk Badan Pengelola Energi Terbarukan yang akan berfungsi untuk mengimplementasikan kebijakan Pemerintah terkait energi terbarukan, termasuk diantaranya untuk melaksanakan pengadaan energi terbarukan, sehingga tidak ada bias dalam pengadaan apabila pengadaan energi terbarukan dilaksanakan oleh PLN;


·     - Pemerintah perlu segera membentuk Dana Energi Terbarukan yang akan digunakan untuk membiayai berbagai hal terkait energi terbarukan, seperti pembayaran insentif fiskal, kompensasi kepada PLN, riset dan pengembangan, penyediaan dana bergulir untuk pengembangan energi terbarukan, dan kegiatan lain terkait energi terbarukan. Dana untuk Dana Energi Terbarukan diharapkan bersumber dari : APBN/APBD, pungutan ekspor sumber daya energi terbarukan dan non-terbarukan, pungutan karbon, pungutan dari masyarakat, hibah, dan lainnya;


·    - Pemerintah perlu segera menerapkan Renewable Energy Portfolio Standard (RPS) yang mewajibkan pembangkit listrik tenaga fosil untuk membangun pembangkit energi terbarukan dengan persentase yang disesuaikan dengan target energi terbarukan dalam bauran energi. Jika tidak memenuhi target maka harus membeli Renewable Energy Certificate (REC).


·       - Pemberintah perlu mendorong pengembangan teknologi yang berfokus pada storage, hidrogen, smart grid, EV, virtual power plant, digitalisasi, dan lain-lain.


·         - Untuk mengimbangi supply energi yang berlebih saat ini, pemerintah harus segera mendorong pemanfaatan kendaraan listrik dan kompor listrik;


·        - Pemerintah juga perlu melakukan dialog dengan para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi dalam energi terbarukan dan efisiensi energi.


Dukungan Internasional untuk Pemanfaatan Energi Terbarukan di Indonesia


Pada tahun ini, pemerintah Indonesia dan Inggris menjalin program kemitraan berdurasi empat tahun untuk mendukung pemanfaatan energi rendah karbon yang dinamakan MENTARI – Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia. Program Mentari, di bawah koordinasi Kedutaan Be­sar Inggris Jakarta bersama Ke­menterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai mitra utama, bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif, penanggulangan kemiskinan, peningkatan rasio elektrifikasi, dan pengurangan dampak perubahan iklim di Indonesia.


Tujuan utama Mentari adalah mendukung Indonesia untuk menjadi negara adidaya energi terbarukan dengan perhatian khusus pada pengembangan sektor energi rendah karbon guna memberikan dukungan terbaik bagi masyarakat kurang mampu, dan secara khusus masyarakat di kawasan Indonesia Timur. Melalui kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lain dalam upaya meningkatkan lingkungan yang kondusif dan mendorong iklim investasi, Mentari akan mendemonstrasikan berbagai kemungkinan dalam pemanfaatan energi rendah karbon untuk pembangunan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan inklusi sosial, sekaligus membantu mengurangi dampak perubahan iklim dan lingkungan di Indonesia. Program ini terdiri dari berbagai komponen kerja dalam kebijakan, layanan perantara proyek komersial, proyek percontohan, serta kolaborasi dan berjejaring.


Kehadiran Kedutaan Besar Inggris dan Mentari di The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020, merupakan angin segar bagi pengembangan energi terbarukan dengan menjalin kerjasama demi percepatan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Kedutaan Besar Inggris turut serta mengajak perusahaan-perusahaan berbasis en